Seorang lelaki duduk di bawah pohon tua, barangkali setua luka yang ia simpan. Bayang-bayang dedaunan menari di pipinya yang berjambang halus, sementara burung-burung bersiul seolah-olah tidak peduli pada manusia yang sedang belajar melepaskan.
Di tangannya, sebuah telefon yang layarnya menyala muram. Gambar itu muncul: seekor kucing dengan ngiaunya yang garau dan tidur di pangkuan setiap kali punya peluang. Jennie, begitu ia menamainya. Kini hanya bayangan dalam layar telefon, namun lebih hidup daripada apa pun yang ada di sekelilingnya.
Dia menghela nafas—perlahan, panjang. Senyuman kecil terbit di wajahnya, mengingati masa yang pernah berlalu bersama Jennie.
Matanya basah, tapi tak setitis pun jatuh. Dia tahu tangisan hanya akan membuat Jennie mengiau dari alam lain, dan dia belum cukup berani mendengarnya lagi. Maka dia menyimpan telefon itu ke dalam poket, memeluk seorang diri kesunyian yang timbul, dan membiarkan dunia berjalan seperti biasa—tanpa Jennie.